KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan terus memberikan pemahaman dan sosialisasi terkait pentingnya perizinan usaha perkebunan. Peraturan yang disosialisasikan di antaranya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pertanian. Sekretaris Ditjen Perkebunan Kementan Heru Tri Widarto mengatakan bahwa berdasarkan evaluasi yang dilakukan, pihaknya masih menemui pelaku usaha perkebunan yang belum melakukan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagai contoh, kewajiban dalam memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dan melakukan laporan melalui Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (SIPERIBUN). “Pelaku usaha juga wajib memenuhi kewajiban lain sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 5 Tahun 2021,” ujar Heru dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (29/3/2022). Sebagai informasi, pelaporan perizinan perkebunan melalui SIPERIBUN bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh data perizinan usaha perkebunan secara nasional. Aplikasi ini juga memfasilitasi koordinasi antara kementerian dan lembaga terkait serta pemerintah daerah (pemda). Berdasarkan data dari SIPERIBUN, hingga Selasa (22/3/2022), terdapat 3.281 perusahaan perkebunan yang telah melaporkan kepatuhan dan 724 perusahaan telah mendeklarasikan pemilik manfaat atau beneficial ownership (BO). Selain itu, pada sistem Online Single Submission (OSS) yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, terdapat 36 perusahaan yang telah mengajukan perizinan berusaha. Adapun rinciannya, sebanyak 8 perusahaan telah disetujui, sedangkan 28 perusahaan masih memerlukan perbaikan. Terkait penerbitan perizinan, Heru melanjutkan bahwa Kementan wajib melaksanakan pengawasan secara rutin dan insidental. Pengawasan rutin bertujuan untuk melihat tingkat kepatuhan pelaku usaha dalam melakukan laporan rutin di SIPERIBUN, serta penilaian usaha perkebunan dan inspeksi lapangan. Sementara itu, pengawasan insidental dilakukan apabila ada pengaduan dari masyarakat. Bila terdapat perusahaan yang melakukan pelanggaran terkait perizinan, lanjut Heru, Kementan dapat menerapkan sejumlah sanksi kepada pelaku usaha. “Salah satunya adalah pencabutan izin usaha apabila pelaku usaha perkebunan tidak melakukan kewajibannya,” kata Heru. Menurutnya, butuh komitmen bersama semua pihak untuk dapat mewujudkan pembangunan perkebunan yang bertujuan memberikan manfaat sebesar-besarnya. Manfaat tersebut tidak hanya untuk perusahaan perkebunan atau pelaku usahanya, tetapi juga kepada masyarakat sekitar perkebunan dan masyarakat luas. “Oleh karena itu, pengawasan penting dilakukan karena berdampak besar. Pengawasan harus diintensifkan sesuai aturan yang ada,” ujarnya.


Heru menyadari bahwa perbaikan sistem masih perlu dilakukan supaya pengawasan dapat dilakukan dengan lebih baik. Pihaknya pun tengah melakukan berbagai upaya, mulai dari perbaikan fitur pada sistem hingga melakukan sinkronisasi regulasi agar selaras dan tepat guna. Oleh karena itu, kata Heru, pihaknya juga menerima masukan dari berbagai pihak terkait, seperti Ditjen Perkebunan serta dinas provinsi dan kabupaten yang membidangi perkebunan. “Masukan tersebut akan kami kompilasi. Selanjutnya, kami akan sampaikan kepada Biro Hukum Kementan untuk mendapatkan solusi hukum yang tepat dan sesuai. Dengan demikian, pelayanan perizinan dapat terlaksana secara efektif dan efisien,” ujarnya. Perizinan terpusat di PPVTPP Pada kesempatan sama, Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) Erizal Jamal menyampaikan bahwa semua perizinan di Kementan terpusat di PPVTPP yang merupakan pintu masuk awal perizinan. Selanjutnya, tahapan perizinan dilakukan melalui masing-masing eselon I pada lingkup Kementan. Untuk itu, koordinasi dan kolaborasi merupakan hal yang penting. “Pada tahapan perizinan, kami juga perlu melakukan uji petik. Tujuannya, untuk melihat permasalahan sekaligus menemukan solusinya. Kami juga rutin melakukan evaluasi,” kata Erizal. Erizal mengakui, pengembangan sistem perizinan perkebunan menghadapi berbagai tantangan. Pihaknya juga telah melakukan sosialisasi secara daring dan luring kepada berbagai pihak terkait mengenai hal tersebut. Meski demikian, pihaknya masih melihat penyampaian pesan belum berjalan secara efektif, terlebih kepada pengusaha yang ingin mengajukan perizinan usaha perkebunan. Ia menilai, diperlukan standardisasi pemahaman kepada setiap operator sistem. Dengan demikian, pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan tepat fungsi. “Saya berharap, komunikasi yang sudah terjalin baik antara PPVTPP, eselon I lingkup Kementan, dan semua pihak terkait dapat terus terjaga. Hal ini bertujuan supaya pelaku usaha dapat terlayani dengan baik,” ujarnya. Terkait perizinan usaha, Heru meminta kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten, untuk mendorong pelaku usaha perkebunan yang berada di wilayahnya melakukan pelaporan di SIPERIBUN. Hal ini penting mengingat Kementan dapat melakukan pengawasan izin dan praktik usaha melalui aplikasi tersebut. Ia pun berharap, pemerintah pusat dan pemda dapat sepaham mengenai regulasi perizinan perkebunan yang ada saat ini. Terlebih, mengenai kewenangan perizinan serta pembinaan dan pengawasan terhadap pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha melalui OSS Risk Based Approach (RBA). “Hal tersebut perlu menjadi perhatian pihak terkait. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaku usaha yang telah mendapatkan izin usaha di OSS RBA menjadi penting," ujar Heru.